*=*
Aku....sebut saja namaku Atqiya. Aku seorang siswi disebuah masdrasah didaerah Jawa Tengah. Aku seorang ahlu qoryah karna sebenarnya madrasahku berbasis asrama. Aku memilih menjadi ahlu qoryah karna disamping rumahku hanya berjarak beberapa meter saja dari asrama juga karna pihak madrasah mengizinkan warga desa yang menginginkan sekolah di madrasah tanpa harus masuk asrama. Ceritaku bermula ketika aku duduk di bangku niha'i atau kelas akhir.
Rabu , 30 Mei 2000
" Aku ada sebuah bingkisan untukku.. aku akan datang menemuimu satu tahun mendatang.. Bersabar kah kau menungguku? " ucap seorang berwajah manis dihadapanku ditemani semilir agin pantai yang menyejukkan. Aku tak mampu ungkapkan sepatah kata pun. Melepaskan orang yang kita sayang bukan hal yang mudah bukan? Namun, aku sadar..dia bukan milikku saat ini. Aku hanya menitikan air mata melepaskan kepergiannya. Merelakannya jauh pergi meninggalkanku. Aku hanya mampu berdoa untuk kepergian dan keselamatannya. Kini..punggungnya tak nampak lagi oleh mataku. Ia telah pergi jauh meninggalkanku dan aku hanya mampu menatap kapal yang membawanya pergi..
*=*
Jum'at, 23 Juli 2000
" Bagaimana nduk ?? apakah kamu menerimanya ?? In Syaa Allah dia seorang yang sholeh karna ayah kenal dengannya. Dia terkenal baik di daerahnya. Selama di asrama dia tak pernah melakukan pelanggaran. Diapun berasal dari keluarga yang berada. Sekufu' ( setara ) dengan keluarga kita. " ucap ayah dengan lembut.
Aku bimbang..aku bingung.. Hatiku resah tak beraturan. Secepat inikah? atau aku akan menunggunya menepati janjinya? oh Allah.... apa yang harus aku lakukan?
Dengan kemantapan hati yang penuh aku mencoba angkat bicara " Afwan ayah..Atqiya' tidak bisa menerimanya ". Sontak ibu dan ayahku kaget. Namun, senyum ayah tak pernah lepas dari wajahnya. Ia terima segala keputusanku meski akupun tahu ayah dan ibuku merasakan kekecewaan yang sangat.
*=*
Berulang kali ayah dan kepala madrasahku menawariku ikhwan yang siap mendampingiku. Namun, entah mengapa aku selalu menolaknya. Dan sebenarnya akupun tahu bahwa ikhwan-ikhwan yang datang kepadaku terkenal baik dan tak pernah berbuat yang aneh-aneh. Hati ini belum terbuka untuknya. Aku masih sulit untuk melupakannya. Dan hal ini tanpa di ketahui oleh ayah dan ibu bahwa aku selalu mengharapkannya datang menghampiriku untuk menepati janji satu tahun yang lalu. Ayah ibuku mulai resah. Mengapa aku menolak setiap ikhwan yang datang untuk melamarku? Bahkan aku dengan yakin melepaskannya. Dan sejujurnya alasanku hanya satu. Yaa....mengharapkannya datang memenuhi janji yang ia ucapkan. Juga karna aku menjadi buah bibir di masyarakat karna aku menolak siapa saja yang datang dengan niat baik mereka.
Ahad, 29 Mei 2001
Hampir satu tahun aku menantikannya. Mengapa ia tak pernah datang menghampiriku memenuhi janjinya? Ayah ibuku bertambah resah begitu juga aku. Aku resah karna ia tak lekas datang menemui ayah ibuku meminta izin kepadanya untuk melamarku. Hari ini juga ada seorang ikhwan yang mencoba menawarkan diri untuk melamarkanku. Ia seorang mu'alim di madrasah tempatku bertugas. Dia kakak kelasku sewaktu aku nyantri. Aku tahu tentangnya dari biodata yang sebelumnya disodorkan oleh kepala madrasahku. Dia seorang yang baik, alim, hafidz, cerdas dan berbudi pekerti yang baik sebut saja namanya Saif.. Aku bingung.. apakah aku akan menerimanya dan menghapus semua kerinduanku padanya? ataukah aku akan tetap bertahan dengan rindu yang semakin menyesakkan ini? Aku resah tak tentu arah di kamar. Sedang ayah dan ibu mencoba mengajaknya berbincang di ruang tamu. Aku hanya mampu mendengar sayup-sayup suara yang tak jelas tentang apa yang sedang mereka bicarakan.
Ibu menghampiriku menanyakan kepastian dariku. " Nak, ayah dan ibu telah berbincang banyak dengannya. Dia seorang yang sopan, baik dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia tak pernah berkata kasar dan menuliskan tinta kelam di hidupnya. Bagaimana denganmu, nak? In syaa Allah ayah dan ibu akan menerima apapun keputusanmu " ucap seorang yang begitu berarti di hidupku dengan tatapan penuh kasih.
Ya Allah..bagaimana ini? Hatiku semakin berkecamuk. Allah, apakah memang dia yang terbaik untukku? Bismillah...dengan keyakinan hati yang mungkin bisa dikatakan belum mantab dan kepercayaankku padanya, aku terima lamaran itu. " Bismillah....iya ibu.. in syaa Allah Atqiya siap menjadi pelengkap diin nya.. mungkin dialah yang terbaik untuk Atqiya ". Seketika senyum itu merekah di wajah cantik ibu. Aku hanya mampu tersenyum melihat senyum itu kembali mengembang di wajah keriputnya setelah setahun lalu diselimuti kegelisahan karna ulahku. Aku masih dihantui berbagai bayangan yang membuatku gelisah. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa bukan hanya dia ynag mampu membuatku bahagia.
*=*
Pesisir Pantai
Ahad, 29 Mei 2001 pukul 23.00
" selamat datang kota yang aku rindukan " lirik seorang pria berwajah orientalis dengan senyum yang mengembang di wajahnya. " kini aku kembali menepati janjiku Atqiya " ucap Fahmi lirih hingga tak terdengar oleh telinga. Yaa..lelaki itu bernama Fahmi. Seorang yang pernah berjanji dengan Atqiya. Seorang yang berprestasi, sopan dan berwajah hitam manis itulah yang selama ini di nantikan oleh Atqiya untuk menemuinya. Dia mengambil ponselnya dari saku, mencoba menghubungi seorang yang di kenalnya. Mencoba menghubunginya dan memberitahukan keberadaannya saat ini. Tak lama berselang tibalah ia menyapa Fahmi. " Assalamu'alaikum Fatih..apa kabar? " Sapaan hangat yang ia suguhkan kepada temannya, Fatih. Seorang sahabat karib yang kebetulan ia adalah saudara dari Atqiya'. " wa'alaikumussalam, alhamdulillah baik " balasan yang tak kalah hangat dari sapaan Fahmi. Kamipun bergegas menuju kediaman Fatih karna hari sudah terlalu malam.
*=*
Kediaman Fatih
Senin, 30 Mei 2001
Senin, 30 Mei 2001
Aku lekas membersihkan diriku setelah 2 hari perjalanan yang aku tempuh. Rasa penat, lelah seolah sirna ketika aku menginjakkan kaki ku di tempat dimana aku mengarungi bahtera ilmu selama 6 tahun yang membuatku seperti sekarang ini. Tak kusangka ternyata aku merindukan daerah ini. Senyum yang selalu ku suguhkan semakin membuatku rindu dengan segala kenangan yang telah terlukis disini. " mari Fahmi kita sarapan dulu " ucap Fatih membangunkanku dari lamunanku. " eehh..iya ayo " jawabku terkaget-kaget ternyata dia telah berada di sampingku dan aku tak menyadarinya.
Di atas meja makan kita banyak berbincang. Membahas segala hal yang dapat kami bahas dari pengalaman bertugas hingga semua kenangan yang pernah kita jalani dahulu di asrama. Aku merindukan hal ini. Berbincang bersama teman seperjuangan dan membahas hal yang tak pernah terbahas ketika bersama saudara sendiri.
Dan perbincangan kami terus berlanjut hingga aku bercerita maksud hatiku kembali kesini dan disitulah aku mengetahui semua tentangnya. Seorang yang selama ini singgah di hatiku , yang aku pernah berjanji padanya untuk datang. Aku mengetahui semuanya hingga aku tahu bahwa ada seorang yang mungkin lebih baik dari aku yang telah mendahuluiku untuk memenuhi janjiku. Hanya satu hari, aku telah terlambat. Namun, aku tak boleh lemah hanya karna hal itu. Aku percaya bukan hanya dia yang dapat aku bimbing kedepannya. Mungkin di depan sana masih ada seseorang yang lebih baik darinya dan lebih menerimaku apa adanya. Aku hanya mampu berucap " Fatih..... aku hanya ingin titip pesan kepadamu, sebelum dia mengetahui keberadaanku disini dan membuat suasana kacau. Tolong sampaikan kepadanya. Aku telah datang tepat satu tahun di hari dimana aku mengucap janji itu. Aku telah menepati janjiku. Namun, ternyata Allah berhendak lain dan aku yakin kehendakNya jauh lebih indah. Tolong sampaikan pesanku ke Atqiya. Dan nanti malam mungkin aku akan meninggalkan desa ini. Maukah kau membantuku kawan? " ucapku dengan senyum ketulusan yang mampu aku berikan padanya tanpa sedikitpun rasa kekecewaan yang aku tampakkan dihadapannya. " Aku siap membantumu kawan " ucap Fatih lirih sembari memukul pundakku untuk membuatku tegar. Aku hanya membalasnya dengan anggukan dan senyum simpul yang tersirat di wajahku.
Senin, 30 Mei 2001 pukul 19.30
Aku telah bersiap meninggalkan desa ini. Menghapus segala kenangan yang pernah aku lewati bersamanya. Bukan aku membenci, bukan! Justru aku bahagia mendengarnya bahwa ia telah menerima pinangan seorang lelaki yang terkenal kebaikan dan kesholihannya. Aku tahu benar siapa yang dia terima. Dan keputusan dia itulah yang terbaik untuknya. Aku berjalan melewati pasir pantai dengan langkah gontai. " selamat tinggal kota penuh kenangan. Mungkin hanya sampai disini kita berjumpa dan entah kapan lagi kita akan bersua. Biarlah kau menjadi saksi semua kenanganku. Aku titipkan kenangan itu disini. Aku tak ingin membawanya pergi beserta langkah kakiku ". ucapku lirih dengan helain nafas panjang. Aku melambaikan tanganku pada sahabat karibmu. " Semoga Allah mempertemukan kita lagi kawan " ucapku setengah teriak. Ia balas lambaian tanganku.
*=*
Taman Kota, Selasa 31 Mei 2001
" Kak Fatih... kenapa sih ngajak ngobrolnya disini? emang gak bisa yah di omonginnya dirumah aja? atau lewat telfon kek? " pertanyaan bawelku kepada kakak sepupuku. Dia hanya terdiam seribu bahasa dan akupun tak tahu apakah yang akan ia katakan padaku. " iihh....kak Fatih malah diem aja! " ucapku geram karna sejak 5 menit yang lalu ia tak berkata sepatah katapun padaku. Tiba-tiba saja ia menatapku serius. " Kamu ingat dengan Fahmi, dek? " sontak aku kaget dan terdiam. Mataku nanar, ingin rasanya aku mengungkapkan segala apa yang selama ini aku pendam. Ini masalah serius kah? batinku dalam hati. Aku hanya mengangguk dihadapannya. Aku tak berkutik, semua kenangan itu bagaikan sllide film di otakku. Semua berputar begitu saja tanpa aku perintah. " kemarin baru saja dia datang kemari untuk memenuhi janjinya tepat satu tahun di hari dimana ia mengungkapkan janjinya kepadamu. Namun, qodarullah dengan kekuasaanNya ternyata ia terlambat bahkan hanya satu hari saja. Ia hanya berpesan maaf jika ia tak bisa menemuimu. Karna ia tahu tak pantas ia menemui mu sedang kau telah menerima lelaki sholih yang sekarang melamarmu. Ia tak mengingkari janjinya padamu. Karna, ia datang tepat satu tahun semenjak ia pergi melangkahkan kakinya dari sini. " ucap kak Fatih menunduk. Aku tak dapat berucap sepatah katapun. Aku menahan tangisku. Jantungku berdegup kencang tak beraturan. "Ya Allah.. apakah ini skenario terbaikMu untukku Rabb?". Air mataku tak dapat ku bendung lagi. Tumpah melampiskan semua yang ku rasa. Ingin rasanya aku segera pergi, menghilang tanpa jejak, pergi sejauh-jauhnya tanpa seorangpun tahu keberadaanku. Aku ingin menghilang, tenggelam bersama kenangan indah bersamanya.
Ku pacu sepeda maticku menembus batas. Fikiranku sudah buntu. Aku menangis sepanjang perjalanku menuju pesisir pantai. Aku rapuh, aku lemah, aku terjatuh dan sulit untukku bisa bangkit. Beribu pertanyaan menghantui fikiranku. " mengapa dia baru mendatangiku setelah aku menerimanya?" "mengapa aku bisa berfikir menerimanya setelah sekian lama aku menantikannya?" "mengapa aku tak sabar menantinya hingga ia datang menemui orang tuaku?". Mengapa...mengapa dan mengapa? pertanyaaan itu selalu bermunculan di otakku. Ku pacu sepedaku semakin kencang tanpa aku perhatikan apa yang ada di sekelilingku. Tiba-tiba saja "brukkk........." aku merasakan sesuat yang menghantam badanku dengan amat kencang. Aku melihat banyak orang yang mengerubungiku, remang-remang kemudian sirnaa..dan akhirnya aku tak dapat lagi melihat keremunan itu.
#lifeisbeautiful.. ;)
Ku pacu sepeda maticku menembus batas. Fikiranku sudah buntu. Aku menangis sepanjang perjalanku menuju pesisir pantai. Aku rapuh, aku lemah, aku terjatuh dan sulit untukku bisa bangkit. Beribu pertanyaan menghantui fikiranku. " mengapa dia baru mendatangiku setelah aku menerimanya?" "mengapa aku bisa berfikir menerimanya setelah sekian lama aku menantikannya?" "mengapa aku tak sabar menantinya hingga ia datang menemui orang tuaku?". Mengapa...mengapa dan mengapa? pertanyaaan itu selalu bermunculan di otakku. Ku pacu sepedaku semakin kencang tanpa aku perhatikan apa yang ada di sekelilingku. Tiba-tiba saja "brukkk........." aku merasakan sesuat yang menghantam badanku dengan amat kencang. Aku melihat banyak orang yang mengerubungiku, remang-remang kemudian sirnaa..dan akhirnya aku tak dapat lagi melihat keremunan itu.
Setelah aku membuka mataku, ternyata aku telah berada di ruangan bercat hijau yang menyejukkan. Ayah Ibu menyambutku dengan senyum tulus yang tak pernah lepas dari wajah keriputnya. Setelah merasa tenang, aku mengungkapkan segala apa yang selama ini ku pendam kepada ibu. Ibu memahamiku dan memelukku erat dengan kasih sayangnya.
*=*
masyaa Allah..betapa besar kuasaNya..
selama apapun kita mengenal seseorang belum tentu ia menjadi millik kita.,
seberapa keraspun perjuangan kita jika memang ia tak di takdirkan untuk kita maka tak akan pernah terjadi dalam hidup kita..
kita berhak berencana..namun jangan lupa Allahlah yang menentukan..
tenang kawan...skenarioNya JAUH lebih indah daripada seknario film kok.. ;) ;)
Allah selalu tahu yang terbaik untuk kita..
taqdirNya jauh lebih indah dari yang kita bayangkan..
#kutipan cerita sang murabbi..
semoga kita bisa mnegambil pelajaran dari ini semua..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar